Sabtu, 24 September 2011



Sekolah Gajah

 
Sebuah Refleksi
 

Di zaman orde baru kita masih ingat tentang sekolah gajah di Lampung tepatnya di Way Kambas.

Konon merupakan reaksi pemerintah terhadap gajah yang telah menjarah kekayaan petani dan mengganggu ketentraman masyarakat.


Macammacam tanggapan orang mengenai peristiwa ini,


Kalau yang hobinya berburu tentu saja  setuju kalau gajah itu di tembak saja,



Tentu lain bagi yang suka berdagang, hal ini  memberikan inspirasi baru tentang komoditi non migas yang cukup menarik untuk di eksport



Lain lagi bagi kaum intelektual yang seharihari berfikir bagaimana mendaya  gunakan berbagai potensi untuk pembangunan .


Maka merekapun menuangkan idenya  dalam bentuk proposal ide dasarnya bagaimana  gajah tidak mengamuk yaitu dengan cara

DI DIDIK

Maka disetujuilah rancangan

Sekolah Gajah yang sangat dahsyat itu


Lalu muncul klausul dimana,kapan,siapa,

bagaimana caranya, sumber anggaran darimana.??


 Proses selanjutnya….

Yang kita tahu gajah telah berubah berkat pawang yang di datangkan khusus dari Muangtai


Tentu ada kepiawaian khusus ,Cara Cara khusus, Kiat -   kiat khusus, kurikulum khusus untuk sekolah ini



Yang kita tahu selanjutnya gajahgajah itu tidak lagi mengamuk bahkan dengan sukarela mereka mengangkut gelondongan kayu dari dalam hutan,


Merekapun menampilkan kebolehannya bermain sepak bola ,maka dibentuklah kesebelasan gajah


Dampaknya

Datanglah turis dari berbagai negara untuk melihatnya lebih dekat Gajah luar biasa ini


Pendek kata gajah liar ,gajah berandalan,gajah penjarah berkat Sekolah Gajah berubah menjadi gajah yang manis, penurut,santun, gajah yang tahu budi pekerti, gajah berbudaya dan gajah yang berbudi luhur











KEHIDUPAN IBARAT BERMAIN KELERENG

Jalan hidup memang misterius, kita takkan bisa tau bagaimana kehidupan kita hari esok. Ketika merasakan kebahagiaan dan keindahan kehidupan hari ini, maka kita berharap dan berfikir bahwa hingga akhir nanti, semua akan seperti itu.
Tp ternyata semua salah!!!
Kehidupan itu ibarat bermain kelereng. Ada pemain, kelereng, dan tentunya lawan bermain. kan gak seru main kelerengx klo cm sendiri, hehehe.
Dalam permainan kelereng kita tidak bisa pastikan menang atau kalahx, itu adalah hasil akhir.
Dalam permainan kelereng ya sy anggap kelerengx itu, adalah kehidupan kita dan pemainya tentu saja kita. Lanjut, kelereng memiliki bentuk bulat dan dapat berotasi atau menggelinding ke mana saja tergantung sentilan pemainnya. Dan arah kelereng itu sangat di pengaruhi oleh lapangan permainan, entah itu kemiringannya, gelobang-gelombangnya, atau beceknya, + gak ada ojek... heheheh, cinta laura kaliii (just kid). klo dlam kehidupan mungkin bisa di artikan sebagai lingkungan kita. Dan kecepatan menuju sasarannya pun sangat tergantung dari kekuatan sentilan pemain, artinya cepat atau lambatx kita mencapai kesuksesan dan kebahagiaan tergantung dari langkah awal..

Eitss,,, hampir lupa,
Btw ingat, kita punya lawan main loh, dan pastinya dia juga memiliki tujuan yg sama, yaitu kemenangan.
Tp persoalan kemenangan, menurut sy itu tidak bersubstansi pada kemenangan permainan, kemenangan itu relatif...
Fair play juga suatu bentuk kemenangan, jangan sampai kita mematok sebuah kemenangan adalah menjadi nomor satu dalam permaina, walaupun dengan segala cara. yaaa... walaupun secara umum memenangkan game berarti menjadi seorang juara.
Tapi disisi lain menang dengan cara curang kan gak bagus, sementara kesuksesan dan kebahagian kehidupan itu tidak cuma diliat dari satu sisi atau sudut pandang.

Jumat, 23 September 2011

GAMES


Reday

Garis besar
Peserta memberikan kartu secepat mungkin dalam bentuk relay. Latihan ini digunakan sebagai kegiatan icebreaker.

Tujuan
1.      Membangun kerja sama tim.
2.      Sebagai latihan pemanasan bagi peserta.
3.      Membuka komunikasi di dalam masing-masing tim.
4.      Memperkenalkan dan menerapkan sinergi.

Waktu yang dibutuhkan
10-15 menit (tergantung jumlah peserta).

Jumlah peserta
Tidak dibatasi, tapi perlu dibagi ke dalam subkelompok yang terdiri dari 5-7 peserta.

Materi yang dibutuhkan
Satu pak kartu remi untuk masing-masing kelompok.

Prosedur
1.      Bagi peserta menjadi subkelompok yang terdiri dari 5-7 peserta.
2.      Anggota masing-masing kelompok menempatkan kursi mereka berjejer dalam satu baris. Yang paling baik adalah semua subkelompok dapat saling melihat satu sama lain (hal ini membangun kompetisi).
3.      Katakan kepada semua subkelompok untuk duduk dan bahwa ini adalah sebuah kompetisi.
4.      Peraturan:
Para pemain di salah satu ujung barisan harus mengambil sebuah kartu dari tumpukan kartu yang berada di lantai di samping kursinya. Apabila mereka telah mengambil satu kartu mereka harus memberikannya ke tangan anggota tim terdekat yang duduk di sampingnya. Lalu anggota tim yang kedua meletakkan kartu itu di tangan satunya kemudian memberikannya ke tangan terdekat anggota tim ketiga, dan seterusnya. Ketika sampai pada angota tim yang terakhir, dia harus meletakkannya di samping kursinya hingga membentuk tumpukan kartu seperti semula.
Jika seorang anggota tim menjatuhkan sebuah kartu, anggota lainnya harus menunggu hingga kartu itu diambil kembali baru melanjutkan permainan. Masing-masing anggota tim tidak boleh memegang lebih dari satu kartu pada saat yang bersamaan.
Seluruh kartu yang berjumlah 52 harus dipakai dan akan dihitung di akhir permainan.
Tim diberikan waktu 5 menit untuk merencanakan strategi mereka sebelum memulai permainan. Tim yang selesai lebih dulu dinyatakan sebagai pemenang.

Poin diskusi
1.      bagaimana tim pemenang bisa menag?
2.      Siapa yang memimpin sesi perencanaan selama 5 menit? Mengapa?
3.      Siapa yang menjatuhkan kartu? Mengapa? (Karena stress?)
4.      Apakah tahap perencanaan berharga bagi tim? Mengapa?
5.      Apakah latihan ini dapat dihubungkan dengan pekerjaan?

Variasi
1.      Tutup mata dapat digunakan oleh seluruh atau sebagian anggota tim.
2.      Kartu remi dapat digantikan dengan koin.
3.      Kartu dapat diminta untuk dikembalikan ke barisan semula.

Sumber
Diambil dari  Card Relay’, Sue Forbess Greene, Ensiklopedia Icebreaker, University Associates, California, 1983.

Rabu, 21 September 2011

ABC dialektika materialis



oleh Leon Trotsky

Dialektika bukanlah fiksi dan bukan pula mistisisme, melainkan sebuah pengetahuan mengenai bentuk pemikiran kita sejauh ia tidak dibatasi ke dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari, tetapi berusaha mencapai sebuah pengertian yang lebih rumit dan proses-proses yang mendesak untuk diperbincangkan. Logika dialektika dan logika formal memikul sebuah hubungan yang serupa dengan hubungan antara matematika tingkat tinggi dengan matematika yang lebih rendah.
Di sini saya akan mencoba untuk membuat sketsa substansi masalah dalam sebuah format yang sangat ringkas. Silogisme sederhana logika Aristotelian bermula dari preposisi bahwa "A" sama dengan "A". Postulat ini diterima sebagai sebuah aksioma bagi banyak sekali tindakan praktis manusia dan generalisasi-generalisasi elementer. Tetapi pada kenyataannya "A" tidak sama dengan "A". Hal ini mudah untuk dibuktikan jika kita mengamati dua huruf ini di bawah sebuah lensa --satu sama lain sama sekali berbeda. Namun, orang dapat saja berkeberatan, karena mereka semata simbol bagi kuantitas-kuantitas sederajat, contohnya satu pon gula, masalahnya bukan ukuran atau bentuk dari huruf-huruf itu. Keberatan itu tidak penting; pada kenyataannya satu pon gula tidak pernah sama persis dengan satu pon gula --sebuah pengukuran yang lebih teliti selalu menyingkapkan adanya perbedaan. Lagi-lagi orang dapat berkeberatatan: tapi satu pon gula adalah sama dengan dirinya sendiri. Ini juga tidak benar --semua bentukan tanpa bisa diinterupsi berubah dalam ukuran, berat, warna, dan lain sebagainya. Mereka itu tidak pernah sama dengan dirinya sendiri. Seorang sophis akan menanggapi bahwa satu pon gula adalah sama dengan dirinya "pada saat yang tertentu".
Terlepas dari nilai praktis yang sangat ekstrim meragukan dari "aksioma" ini, ia tidak bertahan juga terhadap kritisisme teoritis. Bagaimana kita harusnya benar-benar memahami kata "saat"? Jika ia adalah sebuah interval waktu yang sangat kecil, maka satu pon gula ditundukkan menjadi sasaran selama berlangsungnya "saat" tersebut pada perubahan-perubahan yang tak dapat dielakkan, atau apakah "saat" adalah sebuah abstraksi yang murni matematis, yaitu, sebuah kekosongan dari waktu? Tapi semua hal eksis dalam waktu; dan eksistensi sendiri adalah sebuah proses yang tidak berhenti dari transformasi; waktu secara konsekuen adalah sebuah elemen fundamental bagi eksistensi. Jadi aksioma "A" adalah sama dengan "A" menandakan bahwa suatu hal adalah sama dengan dirinya sendiri jika ia tidak berubah, yaitu jika ia tidak eksis.
Secara sepintas kelihatannya "kepelikan-kepelikan" ini tiada berguna. Dalam realita, hal-hal itu amat menentukan arti. Di satu sisi aksioma "A" adalah sama dengan "A" muncul sebagai titik keberangkatan bagi semua pengetahuan kita, di sisi lain sebagai titik keberangkatan segala kekeliruan dan kesalahan dalam pengetahuan kita. Untuk membuat penggunaan yang bebas resiko dari aksioma "A" adalah sama dengan "A" adalah hanya mungkin di dalam batasan-batasan pasti. Ketika perubahan-perubahan kuantitatif dalam "A" adalah tidak berarti bagi tugas-tugas yang ada, maka kemudian kita dapat memperkirakan bahwa "A" adalah sama dengan "A". Contohnya ini adalah cara di mana seorang pembeli dan seorang penjual mengingat satu pon gula, demikian pula kita mempertimbangkan suhu matahari. Sampai waktu sekarang ini kita mempertimbangkan kekuatan mata uang dollar dengan cara yang sama. Tetapi perubahan-perubahan kuantitatif, yang melebihi batasan-batasan pasti, terkonversi menjadi kualitatif. Satu pon gula tunduk kepada tindakan air atau bensin, berhenti menjadi satu pon gula. Satu dollar dalam pelukan seorang presiden berhenti sebagai satu dollar. Untuk menentukan titik kritis pada saat yang tepat di mana kuantitas berubah menjadi kualitas adalah satu dari tugas-tugas yang paling penting serta paling susah di dalam semua bidang pengetahuan, termasuk sosiologi.
Setiap pekerja mengetahui bahwa mustahil membuat dua benda yang sepenuhnya sama. Dalam perluasan bearing-brass menjadi cone bearings diperkenankan adanya sebuah deviasi atas yang disebut terakhir, yang, bagaimanapun, tidak boleh melampaui batasan-batasan pasti (hal ini disebut toleransi). Dengan mengamati norma-norma toleransi, intinya dipertimbangkan menjadi setara. ("A" adalah sama dengan "A"). Saat toleransi menjadi berlebih, kuantitas berlanjut menjadi kualitas; dengan kata lain, cone bearings tadi menjadi inferior atau sepenuhnya tak berharga.
Pemikiran ilmiah kita hanyalah satu bagian dari keseluruhan tindak praktek kita, termasuk teknik-teknik. Bagi konsep-kopsep, eksistensi "toleransi" juga ada. Toleransi ini ditegakkan bukan dengan logika formal yang berasal dari aksioma "A" adalah sama dengan "A", tetapi dengan logika dialektis yang berasal dari aksioma bahwa semua hal selalu berubah. "Akal sehat" dikarakterisasi oleh kenyataan bahwa ia secara sistematis melampaui "toleransi" dialektis.
Pemikiran vulgar beroperasi dengan konsep-konsep macam kapitalisme, moral, kebebasan, negara pekerja, dll. sebagai abstraksi-abstraksi pasti, mengira bahwa kapitalisme adalah sama dengan kapitalisme, moral adalah sama dengan moral, dan seterusnya. Pikiran dialektis menganalisa semua hal dan fenomena dalam perubahannya yang terus berlangsung, sambil menetapkan dalam kondisi-kondisi material dari perubahan-perubahan tersebut yang batas kritis di luar hal yang "A" barhenti menjadi "A", sebuah negara pekerja berhenti menjadi negara pekerja.
Kekurangan fundamental dari pemikiran vulgar terletak dalam kenyataan bahwa ia berharap untuk mengisi dirinya sendiri dengan cetakan ajeg dari sebuah realitas yang mengandung gerakan abadi. Dengan cara memperketat perkiraan-perkiraan, koreksi-koreksi, kongkritisasi; pemikiran dialektis memberikan sebuah kekayaan mengenai isi dan fleksibitas kepada konsep-konsep; bahkan saya katakan bahwa ini adalah sebuah kelembapan yang bagi sebuah bidang tertentu membawanya lebih dekat pada fenomena yang nyata hidup. Bukan kapitalisme secara keseluruhan, melainkan sebuah kapitalisme tertentu pada sebuah tahap perkembangan tertentu. Bukan sebuah negara pekerja secara keseluruhan, tetapi sebuah negara pekerja tertentu dalam sebuah negara terbelakang dalam sebuah pengepungan kaum imperialis, dan lain-lain.
Pemikiran dialektis berhubungan dengan pemikiran vulgar dengan cara yang sama seperti sebuah gambar bergerak (motion picture) berhubungan dengan sebuah foto yang ajeg. Gambar bergerak tidak berada di luar hukum foto ajeg tetapi mengkombinasikan sebuah urutan dari foto-foto tersebut sesuai dengan hukum-hukum gerak. Dialektika tidak mengingkari silogisme, tetapi mengajari kita untuk menggabungkan silogisme dalam cara yang sedemikian rupa untuk membawa pengertian kita menjadi lebih dekat pada realitas yang berubah secara abadi. Dalam bukunya, Logika, Hegel mendirikan satu rangkaian ketentuan-ketentuan: perubahan kuantitas menjadi kualitas, perkembangan melalui kontradiksi, konflik mengenai isi dan bentuk, interupsi dari kontinuitas, perubahan posibilitas menjadi hal yang tak dapat dihindarkan adanya, dll., yang sama pentingnya bagi pemikiran teoritis sepenting dalam silogisme sederhana bagi tugas-tugas yang lebih elementer.
Hegel menulis sebelum Darwin dan sebelum Marx. Berterima kasih kepada impuls kuat yang diberikan Revolusi Perancis kepada pemikiran, Hegel mengantisipasi gerakan ilmu pengetahuan secara menyeluruh. Tetapi karena itu semata sebuah antisipasi, meskipun dilakukan oleh seorang jennius, hal itu menerima sebuah karakter idealistik dari Hegel. Hegel mengoperasikan bayangan-bayangan ideologis sebagai realitas terakhir. Marx mendemonstrasikan bahwa gerakan dari bayangan-bayangan idiologis ini tidak merefleksikan apa-apa kecuali gerakan dari tubuh-tubuh materi.
Kita menamakan dialektika kita, materialis, sebab ia tidak berakar baik di surga maupun di kedalaman dari "kehendak bebas" kita, melainkan di dalam realitas objektif, di alam. Kesadaran timbul dari bawah sadar, psikologi dari fisiologi, dunia organik dari dunia inorganik, galaksi dari nebula. Di atas tiap undakan tangga perkembangan ini, perubahan-perubahan kuantitatif ditransformasikan menjadi kualitatif. Pikiran kita, terrmasuk pikiran dialektis, hanyalah satu dari bentuk-bentuk ekspresi zat yang berubah. Di dalam sistem ini tidak tersedia tempat bagi Tuhan, Syetan, jiwa kekal, tidak juga norma-norma abadi dari hukum dan moral. Dialektika pemikiran, timbul dari dialektika alam, secara konsekuen memiliki sebuah karakter yang seluruhnya materialis. Darwinisme, yang menjelaskan evolusi spesies melalui transformasi kuantitatif berlanjut pada kualitatif, adalah kemenangan tertinggi dari dialektika dalam seluruh lapangan perkara organik. Kemenangan besar besar lainnya adalah penemuan tabel berat atom dari unsur kimia dan transformasi lebih lanjut dari satu elemen menjadi satu elemen lain.
Secara erat, transformasi-transformasi ini (spesies, elemen, dll.) berkaitan dengan masalah klasifikasi, sama pentingnya dalam ilmu alam sebagaimana dalam ilmu sosial. Sistem Linneaus (abad ke-18) mempergunakan immutabilitas spesies sebagai titik awalnya, terbatas pada deskripsi dan klasifikasi mengenai pertanian sesuai karakteristik-karakteristik abadinya. Periode infantil dari botani adalah analogis dengan periode infantil logika, karena bentuk-bentuk pikiran kita berkembang seperti semua hal yang hidup. Hanya penyangkalan yang tak dapat disanggah mengenai ide tentang spesies jadi, hanya studi mengenai sejarah evolusi tentang pertanian dan anatominya, menyiapkan basis bagi sebuah klasifikasi yang benar-benar ilmiah.
Marx, yang dalam perbedaan dari Darwin adalah seorang dialektikus yang sadar, menemukan sebuah basis bagi klasifikasi ilmiah mengenai masyarakat-masyarakat manusia dalam perkembangan kekuatan-kekuatan produktifnya dan struktur kepemilikan yang membentuk anatomi masyarakat. Marxisme memberikan substitusi berupa sebuah klasifikasi dialektik materialistis kepada klasifikasi vulgar mengenai masyarakat dan negara, yang bahkan hingga sekarang masih tumbuh dengan subur dalam berbagai universitas. Hanya dengan menggunakan metode Marx dimungkinkan secara benar menentukan baik konsep mengenai sebuah negara pekerja maupun juga momen keruntuhannya.
Kita lihat, semua ini sama sekali tidak mengandung hal "metafisik" atau "scholastis" sebagai ungkapan ketidaktahuan yang congkak. Logika dialektis mengungkapkan hukum gerak dalam pemikiran ilmiah kontemporer perjuangan melawan dialektika materialis sebaliknya mengungkapkan sebuah masa lalu yang berjarak, konservatisme dari borjuasi kecil, keangkuhan diri para pengusung rutinitas universitas, dan ... sekilat harapan bagi sebuah alter-life (kehidupan yang berubah).
15 Desember 1939.

diterjemahkan dan diedit oleh Anonim (Desember 1998)
dari Leon Trotsky, The ABC of Materialist Dialectics
diterjemahkan sesuai teks dalam website In Defence of Marxism (http://www.marxist.com)